Paparan Hernowo
dalam bukunya yang berjudul Vitamin T (MLC:2004) begitu menginspirasi hidup
saya.Pasalnya, dalam buku itu ada sub judul Lebih Baik Punya Tujuan Hidup atau
Peta Hidup? Bab ini membuat saya tersadarkan dari tidur panjang saya bahwa
hidup memang harus punya tujuan atau peta, agar kita tak kehilangan arah.
Untuk lebih jelasnya coba kita simak perkataan Hernowo di bawah ini:
“Peta? Ya, peta. Saya kira peta adalah sebentuk pedoman atau pemandu yang membuat apa pun yang ingin kita lakukan dapat terbayangkan sebelumnya. Apa “peta kehidupan” kita? Bagaimana kita mendapatkan peta yang dapat memandu kehidupan kita yang terus berjalan dan kita tak tahu kapan hidup kita berhenti?”
“Orang bilang, hidup yang berkualitas dan jelas adalah hidup yang bertujuan. Siapa saja yang dapat merumuskan hidupnya secara jelas, tentulah dia akan dapat menjalani hidup itu tanpa siksaan. Apakah pernyataan ini benar? Bukankah kadang kita memiliki tujuan yang sangat jelas di dalam kehidupan kita, namun kadang-kadang kita tetap berada dalam kegelapan kehidupan kita?”
“Bukankah tujuan hidup kita adalah untuk mematuhi perintah dan menghindari larangan Tuhan? Bukankah tujuan hidup kita sudah dirumuskan oleh kitab suci yang kita yakini kebenarannya? Bukankah, mungkin, kita juga mampu untuk merencanakan hidup kita setiap hari, minggu, bulan, bahkan tahun? Apalagi yang kurang?”
“Apa wujud konkret dari “peta hidup” atau peta untuk membantu kita agar lebih mudah dan nyaman dalam menyusuri hidup kita ini. Ya, apa wujudnya? Inilah yang ingin saya diskusikan di sini. Peta itu harus jelas dan nyata. Peta itu harus memiliki gambar-gambar yang menunjukkan arah perjalanan hidup kita. Peta itu juga terus dapat diperbaiki letak atau tempat-tempat yang akan kita tuju.”
“Saya merasakan sekali bahwa kegiatan menulis dapat membantu diri kita untuk membuat peta kehidupan kita. Saya juga merasakan sekali bahwa teks atau kalimat-kalimat tertulis itu dapat menampung kekayaan kehidupan kita—baik itu kekayaan hidup yang sudah kita jalani maupun yang belum sempat kita jalani.”
Bagaimana perasaan Anda setelah mendengar perkataan Hernowo itu? Tidakkah Anda terketuk seperti halnya saya. Sungguh, saya merasakan sekali betapa manfaat menulis masih saja ada. Menulis bisa memasuki daerah-daerah yang tak pernah kita ketahui dan sadari.
Saya ingin mengatakan pada Anda tentang dua hal dari perkataan Hernowo tersebut, yaitu tujuan hidup dan menulis. Apa hubungannya tujuan hidup dengan menulis? Seperti halnya Hernowo, bagi saya keduanya mempunyai kaitan yang sangat erat. Sebagaimana kita ketahui, kita hidup bukan hanya sebatas hidup. Kita hidup tentu ada suatu misi yang harus kita emban. Karena, apalah artinya kita diciptakan dan diberi akal kalau tak ada sesuatu yang harus kita perjuangkan. Maka, sebuah tujuan hidup adalah sebuah keniscayaan yang harus dimiliki setiap manusia. Dan tujuan hidup bisa kita gambarkan dengan jelas yaitu dengan cara menuliskannya. Teks-teks yang kita buat akan membantu kita untuk menampung semua tujuan hidup kita. Karena dengan teks, kita bisa merencanakan apa yang akan kita jadikan tujuan hidup tersebut.
Hernowo lebih sreg menyebut tujuan hidup dengan “peta hidup”. Oleh karenanya ia mengutip Stephen J. Spignesi dalam pembuka sub-bab bukunya, bahwa “Sebuah perjalanan selalu lebih mudah dengan peta”. Saya akui, memang dengan bahasa “peta hidup” kesan saya adalah bahwa hidup kita akan terpandu dan terbimbing lantaran adanya sebuah peta. Dan dengan menuliskannya, peta tersebut akan mengontrol kehidupan kita, apakah kita masih dalam jalur yang benar atau tidak. Jadi, menuliskan peta tersebut kita bukan saja bisa terpandu dan terbimbing tapi juga terkontrol kehidupan kita, seperti, apakah hari ini sesuai dengan apa yang kita petakan? Dan apakah hari ini mendekati tujuan hidup kita? Bahkan dengan menuliskannya pula, hidup kita akan selalu diingatkan oleh peta tersebut. Dan masih banyak hal lagi manfaat membuat “peta hidup” dan lalu menuliskannya.
Hernowo telah membuktikannya. Ia akui sendiri sebagaimana perkataannya di bawah ini:
“… saya telah berhasil membuat peta kehidupan saya sendiri. Saya telah merekam hampir seluruh kehidupan saya yang lalu dan yang akan datang—dan juga malah yang sekarang ini lagi saya jalani—dalam teks-teks yang saya tuliskan setiap hari, dan kemudian itu mewujud menjadi sebuah peta, “peta kehidupan saya”.
Selain Hernowo, masih ada orang-orang yang berhasil hidupnya lantaran membuat tujuan hidup atau, meminjam istilah Hernowo, peta hidupnya, di antaranya ialah Benjamin Franklin yang telah membuat rencana hidupnya baik menyangkut impiannya maupun pengembangan kepribadiannya. Dan saat sudah berusia lanjut, ia telah memenuhinya dengan baik. Selain Benjamin yaitu Lee Laccoca, mantan pemimpin perusahaan di Amerika. Ia membuat rencana jangka pendek dan berusaha memperhatikan waktu dengan sebaik mungkin. Dan ia mengatakan, “Sejak di perguruan tinggi, saya selalu bekerja keras dari Senin sampai Jum’at dan mencoba untuk meluangkan akhir pekan saya untuk keluarga dan berekreasi. Setiap Minggu malam saya memupuk kembali semangat saya dengan membuat garis besar apa yang ingin saya selesaikan pekan depan.”
Ada kisah menarik perihal tujuan hidup/cita-cita ini, yang saya angkat dari buku Seajaib Lampu Aladdin karya Jack Canfield dan Mark Victor .
“John Goddard membuat daftar semacam itu ketika dia berusia lima belas tahun. Ayahnya, seorang pengusaha yang berhasil, biasa mengundang relasinya untuk makan malam di rumah mereka sekali sepekan, tepatnya setiap Jumat malam. John Goddard muda sangat terkesan dengan pembicaraan yang didengarnya selama acara makan malam tersebut. Ayah John dan tamu-tamunya pada akhirnya mendiskusikan penyesalan mereka dalam hidup—semua hal yang mereka inginkan pernah mereka lakukan, namun tidak pernah sempat diselesaikan, atau bahkan dimulai. Setelah melewati suatu jamuan makan malam semacam itu, John bertekad untuk tidak bernasib seperti teman-teman ayahnya ketika mencapai usia mereka. John masuk ke kamarnya dan menuliskan 127 hal yang dia ingin raih dalam hidupnya. Saat ini, pada usia enam puluhan, John telah menyelesaikan 115 dari 127 cita-cita tersebut. Daftar ini memberikan kerangka bagi hidupnya dan dia telah mengunjungi lebih dari seratus negara, bertemu banyak pemimpin dunia, termasuk Paus, dan mencapai banyak impian yang bersifat pribadi. Dia telah mengunjungi Tembok Besar Cina, menjelajahi Sungai Nila, mengendarai kuda di Rose Bowl Parade (Parade Rangkaian Bunga Mawar), dan belajar menerbangkan empat puluh delapan jenis pesawat terbang yang berbeda.”
Dan masih banyak lagi sebenarnya kisah orang-orang yang sukses lantaran mempunyai tujuan hidup yang ditulis.
Tentunya menuliskan keberhasilan dalam menempuh tujuan hidup, atau yang dicita-citakannya tidak menjamin kesuksesan, tapi setidaknya lima puluh persen kesuksesan telah kita raih, yang sisanya adalah aksi. Ya, rencana tertulis harus dibarengi dengan aksi. Dua hal ini harus kita lakukan jika ingin meraih kesuksesan hidup tersebut. Sebagaimana telah saya katakan, bahwa dengan menuliskan tujuan atau cita-cita hidup, maka kita bisa melihatnya dengan gamblang apa saja tujuan atau cita-cita hidup kita itu? Kapan kita akan melakukannya? Apakah kita melakukannya dengan bergairah? Apakah kita bisa meraihnya? Itulah pertanyaan-pertanyaan yang akan bisa kita jawab jika kita menuliskan tujuan hidup kita itu. Dengan menuliskannya kita bisa mengontrol dan mengingatkan akan tujuan kita itu, sehingga kita bisa mengevaluasinya. Tujuan atau cita-cita hidup bisa dalam hal pekerjaan, impian, atau kegiatan kita sehari-hari seperti dalam keluarga atau masyarakat.
Namun perlu kita ketahui bahwa ada beberapa hal yang harus diingat tentang tujuan atau cita-cita hidup kita itu, di antaranya seperti yang diingatkan oleh Thomas Armstrong dalam bukunya 7 Kinds of Smart:
Pertama, kita harus memilih sasaran yang harus dicapai. Artinya, kita harus bersifat realistis apakah cita-cita itu bisa kita capai dengan disesuaikan dengan kekuatan dan keterbatasan kita. Kedua, ambil sasaran yang pantas diharapkan. Artinya, apakah tujuan atau cita-cita tersebut bermanfaat bagi kita? Karena hal ini akan mempengaruhi proses pelaksanaan cita-cita tersebut. Thomas mengingatkan bahwa sasaran Anda muncul dari diri sendiri, sehingga akan timbul gairah untuk menjalankannya. Seperti yang dikatakan Charles Garfield, “orang boleh menargetkan 99 sasaran, tetapi kegairahan yang muncul karena sasaran itu sangat bermakna bagi orang yang dapat membuang sikap ‘masa bodoh’.“ Ketiga, sasaran (tujuan/cita-cita hidup) dapat diukur. Oleh karena itu, lanjut Thomas, kita harus menggunakan bahasa yang konkret dan terperinci untuk menggambarkan apa yang akan kita kerjakan dan kapan bisa menyelesaikannya. Misalnya, jangan Anda mengatakan bahwa Anda akan menghasilkan banyak uang, tetapi katakanlah Anda akan menghasilkan 100 juta rupiah dalam waktu setahun sebagai desainer interior pada tahun 2007.
Thomas Armstrong memberikan sebuah latihan yang bagus buat kita untuk membantu bagaimana caranya meraih sebuah cita-cita atau tujuan.
“Daftarlah 10 sasaran penting yang ingin Anda capai dalam kehidupan Anda dan/atau kehidupan profesional Anda pada kertas kosong. Buatlah sasaran seterperinci mungkin dan pastikan bahwa sasaran itu merupakan sasaran yang penting dan dapat dicapai. Kemudian urutkan sasaran itu, tulis sasaran terpenting di bagian teratas dan sasaran kurang penting pada bagian terbawah. Ambillah sehelai kertas kedua dan tuliskan sasaran terpenting dari daftar Anda pada bagian teratas halaman baru ini (di sampingnya cantumkan tanggal kapan Anda ingin mencapai sasaran itu). Tuliskan segala sesuatu yang perlu Anda lakukan untuk mencapai sasaran tersebut (kalau perlu, lakukanlah sumbang saran bersama seorang teman). Pada helai kertas ketiga, daftarkan kegiatan untuk mencapai sasaran tersebut menurut urutan kepentingannya (apa yang harus Anda lakukan terlebih dahulu, hal kedua yang perlu Anda kerjakan, begitu seterusnya). Kemudian, mulailah melakukan kegiatan pada bagian atas daftar itu.
Setelah Anda menyelesaikannya, tandai sasaran itu dan lanjutkan ke sasaran berikut. Lanjutkan proses ini sampai sasaran Anda tercapai. Untuk menolong proses tersebut, tuliskan epigram Goethe ini pada sehelai kartu: “Apa pun yang dapat Engkau lakukan atau ingin Engkau lakukan, rintislah. Di dalam keberanian ada kejeniusan, kekuatan, dan keajaiban. Lakukan sekarang!” tempatkan kartu ini di meja anda atau carilah kutipan lain yang membangkitkan inspirasi Anda mencapai sasaran.”
Bagaimana perasaan Anda setelah membaca hal-hal yang di atas, apakah timbul kegairahan untuk bertindak? Semoga saja.
Mudah2an Memberi Manfaat bagi Kita Semua, amien
Tidak ada komentar:
Posting Komentar